LEPAS dari lingkungan rumah untuk pertama kalinya, misalnya saat anak pertama kali menjalani pendidikan di taman kanak-kanak, merupakan tugas yang tidak mudah, baik bagi anak maupun orang tua.
Salah satu permasalahan yang biasa muncul adalah rasa cemas anak untuk berpisah dari orang tua atau pengasuhnya. Para psikolog menyebutnya dengan separation anxiety disorder, yaitu ketakutan dan tegangan yang berlebihan pada anak ketika diminta berpisah dari figur lekat utama.
Tegangan ini dapat muncul dalam bentuk kekhawatiran terhadap keamanan orang yang berpisah darinya, menolak pergi ke sekolah, gangguan tidur, dan keluhan-keluhan sakit fisik. Barlow & Beck (dalam Weems & Carrion, 2003) menjelaskan bahwa kecemasan pada anak umumnya terjadi karena peran proses belajar, pemikiran, dan aspek fisiologis dari gangguan kecemasan.
Ketika permasalahan seperti ini terjadi pada anak Anda, maka jangan paksakan anak untuk segera beradaptasi dengan lingkungan barunya karena dapat menambah pengalaman negatif anak yang berdampak pada munculnya seri permasalahan selanjutnya. Selain perlu mengetahui penyebab utamanya, Anda juga perlu segera melakukan sesuatu sebelum permasalahan berikutnya muncul.
Salah satu hal yang dapat Anda lakukan untuk mencapai dua tujuan tersebut adalah mengajaknya bermain. Axline (1947) mengatakan bahwa bermain merupakan media alami bagi ekspresi diri anak. Permainan yang Anda lakukan bersama anak ini dapat menjadi sebuah terapi, yang disebut terapi bermain (Schaefer, 2003).
Dengan terapi bermain, anak memiliki kesempatan untuk ‘memainkan’ perasaan dan permasalahannya, anak merasa menjadi orang yang paling penting, mengatur situasi dan dirinya, tidak ada kritikan dan aturan, dan dapat diterima secara penuh (Axline, 1947). Situasi seperti ini sangat kondusif untuk anak yang sedang mengalami kecemasan, sehingga rasa amannya terpenuhi.
Dalam tulisan ini akan diperkenalkan salah satu jenis terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan kecemasan, yakni terapi bermain, khususnya dengan pendekatan kognitif perilakuan.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam tahap terapi bermain dengan pendekatan ini antara lain:
1. Membangun rasa aman.
Ketika anak mengalami kecemasan karena harus berelasi dengan dunia baru, hal yang dibutuhkan anak adalah rasa aman, maka ciptakan rasa aman pada diri anak dengan menungguinya di sekolah untuk beberapa saat.
2. Merubah pemikiran yang salah.
Anak yang mengalami kecemasan berpisah biasanya telah mengembangkan pemikiran yang salah tentang dunia barunya, misalnya dengan menganggap teman-teman barunya nakal, gurunya galak, pelajarannya sulit, atau hal-hal negatif lainnya. Pemikiran anak ini perlu segera diubah dengan cara memperlihatkan fakta yang sebaliknya.
3. Ajak anak bermain bersama.
Permainan yang digunakan tergantung pada pilihan anak. Yakinkan bahwa anak menjadi aktor utama dalam permainan tersebut dan beri kesempatan untuk banyak bermain peran. Melalui peran sebagai aktor utama ini, anak telah mengekspresikan secara bebas apa yang sedang dialaminya. Manfaatkan ekspresi anak ini untuk menggali apa yang sebenarnya menjadi penyebab utama kecemasan anak.
Dari sini, Anda dapat mengubah pemikiran keliru anak secara tidak langsung melalui percakapan dengan aktor utama. Guna mendukung efektivitas terapi ini, lakukan terapi ini di lingkungan sekolah bersama teman-teman sekelas, agar perasaan positif terhadap sekolah dapat terbentuk
Y. Titik Kristiyani, S.Psi. Staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, sedang menempuh program magister profesi psikologi bidang pendidikan di UGM
taken from Kompas
Salah satu permasalahan yang biasa muncul adalah rasa cemas anak untuk berpisah dari orang tua atau pengasuhnya. Para psikolog menyebutnya dengan separation anxiety disorder, yaitu ketakutan dan tegangan yang berlebihan pada anak ketika diminta berpisah dari figur lekat utama.
Tegangan ini dapat muncul dalam bentuk kekhawatiran terhadap keamanan orang yang berpisah darinya, menolak pergi ke sekolah, gangguan tidur, dan keluhan-keluhan sakit fisik. Barlow & Beck (dalam Weems & Carrion, 2003) menjelaskan bahwa kecemasan pada anak umumnya terjadi karena peran proses belajar, pemikiran, dan aspek fisiologis dari gangguan kecemasan.
Ketika permasalahan seperti ini terjadi pada anak Anda, maka jangan paksakan anak untuk segera beradaptasi dengan lingkungan barunya karena dapat menambah pengalaman negatif anak yang berdampak pada munculnya seri permasalahan selanjutnya. Selain perlu mengetahui penyebab utamanya, Anda juga perlu segera melakukan sesuatu sebelum permasalahan berikutnya muncul.
Salah satu hal yang dapat Anda lakukan untuk mencapai dua tujuan tersebut adalah mengajaknya bermain. Axline (1947) mengatakan bahwa bermain merupakan media alami bagi ekspresi diri anak. Permainan yang Anda lakukan bersama anak ini dapat menjadi sebuah terapi, yang disebut terapi bermain (Schaefer, 2003).
Dengan terapi bermain, anak memiliki kesempatan untuk ‘memainkan’ perasaan dan permasalahannya, anak merasa menjadi orang yang paling penting, mengatur situasi dan dirinya, tidak ada kritikan dan aturan, dan dapat diterima secara penuh (Axline, 1947). Situasi seperti ini sangat kondusif untuk anak yang sedang mengalami kecemasan, sehingga rasa amannya terpenuhi.
Dalam tulisan ini akan diperkenalkan salah satu jenis terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan kecemasan, yakni terapi bermain, khususnya dengan pendekatan kognitif perilakuan.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam tahap terapi bermain dengan pendekatan ini antara lain:
1. Membangun rasa aman.
Ketika anak mengalami kecemasan karena harus berelasi dengan dunia baru, hal yang dibutuhkan anak adalah rasa aman, maka ciptakan rasa aman pada diri anak dengan menungguinya di sekolah untuk beberapa saat.
2. Merubah pemikiran yang salah.
Anak yang mengalami kecemasan berpisah biasanya telah mengembangkan pemikiran yang salah tentang dunia barunya, misalnya dengan menganggap teman-teman barunya nakal, gurunya galak, pelajarannya sulit, atau hal-hal negatif lainnya. Pemikiran anak ini perlu segera diubah dengan cara memperlihatkan fakta yang sebaliknya.
3. Ajak anak bermain bersama.
Permainan yang digunakan tergantung pada pilihan anak. Yakinkan bahwa anak menjadi aktor utama dalam permainan tersebut dan beri kesempatan untuk banyak bermain peran. Melalui peran sebagai aktor utama ini, anak telah mengekspresikan secara bebas apa yang sedang dialaminya. Manfaatkan ekspresi anak ini untuk menggali apa yang sebenarnya menjadi penyebab utama kecemasan anak.
Dari sini, Anda dapat mengubah pemikiran keliru anak secara tidak langsung melalui percakapan dengan aktor utama. Guna mendukung efektivitas terapi ini, lakukan terapi ini di lingkungan sekolah bersama teman-teman sekelas, agar perasaan positif terhadap sekolah dapat terbentuk
Y. Titik Kristiyani, S.Psi. Staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, sedang menempuh program magister profesi psikologi bidang pendidikan di UGM
taken from Kompas
0 comments:
Post a Comment