Ini ada test utk Papi dan Mami, kalau ternyata Papi atau Mami tergolong emosinya tersiksa maka kewajiban Papi dan Mami untuk meminta maaf satu sama lain dan berusaha keras memperbaikinya...OK khan Mi??
Berita di media massa antara lain diwarnai oleh peristiwa kekerasan dalam rumah tangga. Korbannya kalau bukan istri adalah anak-anak. Sebetulnya bentuk kekerasan itu bukan hanya berupa penyiksaan fisik, tapi juga secara psikis.
Wajahnya cantik, tapi sorot matanya tidak menandakan keceriaan walau ia berusaha mencitrakan dirinya sebagai orang yang bahagia. Mendung menggelayut di matanya, indra yang paling tidak sanggup diajak berbohong itu.
Tessa, sebut saja begitu namanya, memang merasakan betapa batinnya sangat tersiksa selama 5 tahun berumah tangga dengan Deni. Ia bukan saja tidak memiliki kebebasan untuk mengelola kehidupannya, bahkan silaturahminya dengan keluarga pun nyaris terputus karena sang suami sedemikian rupa membatasi pergaulannya.
“Saya sebetulnya sudah merasakan watak berkuasa dan otoriternya Deni. Tapi, saya pikir setelah menikah dan kami makin dewasa, dia akan berubah. Ternyata malah semakin parah. Saya jadi seperti tidak berharga sebagai manusia. Saya juga merasa bersalah terhadap keluarga dan teman-teman. Tapi, bagaimana lagi? Suami saya yang menentukan segalanya,” ungkap Tessa, dalam suatu kesempatan yang tidak disengaja.
Apa yang dialami oleh Tessa dapat digolongkan sebagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Secara garis besar kekerasan dalam rumah tangga dapat dibagi dua, yaitu kekerasan fisik seperti pemukulan, penyiksaan badan, pemerkosaan, dan lain-lain, melainkan juga penyiksaan secara psikis atau yang sering disebut batin. Misalnya membatasi ruang gerak, merampas kebebasan, melontarkan kata-kata yang tidak menyenangkan atau menekan perasaan, dan sebagainya.
Apa pun bentuk kekerasan itu, semuanya memberikan dampak yang sangat buruk bagi korbannya, yang umumnya adalah istri. Berikut ini adalah sejumlah pertanyaan yang dapat membantu Anda mengonfirmasi apa yang sesungguhnya terjadi pada rumah tangga Anda. Terjadi kekerasan emosional ataukah sungguh-sungguh merupakan rumah tangga yang bahagia?
Tanda-Tanda Siksaan
1. Apakah pasangan gampang tersinggung, kecewa, dan marah terhadap Anda, kadang beberapa kali seminggu atau bahkan sering? Apakah dia kecewa pada Anda meskipun Anda tidak bermaksud membuatnya kecewa? Apakah Anda sering terkejut dengan kemarahannya atau ledakan emosinya yang mendadak? Apakah kemarahannya ditujukan langsung kepada Anda, atau sesuatu yang menurut dia telah dilakukan/tidak Anda lakukan? Apakah dia menyalahkan Anda atas meledaknya emosinya, kemarahannya, atau kekecewaannya? Apakah kepada Anda dia menyangkal kemarahan atau kekecewaannya? Apakah Anda sendiri mempertanyakan bahwa apa yang telah Anda lakukan seperti selama ini memang membuatnya marah?
2. Apakah ia menolak untuk mendiskusikan hal-hal yang telah membuatnya kecewa, atau menuduh Anda ingin memulai pertengkaran jika mengajaknya berdiskusi? Apakah Anda merasa bahwa masalah yang muncul tidak pernah terselesaikan? Apakah Anda merasakan tidak mudah, tidak bahagia, tertekan, atau terganggu oleh masalah-masalah yang tak terselesaikan itu?
3. Apakah dia sering salah mengerti terhadap perhatian yang Anda berikan? Apakah Anda merasa bingung dan frustrasi akibat salah pengertian yang ditunjukkannya terhadap setiap tindakan Anda?
4. Apakah Anda merasakan telah kehilangan masalah utama dalam hubungan Anda, seperti soal anak, tabungan, rencana pensiun, dan lain-lain karena kurangnya komunikasi sehari-hari telah memakan energi Anda? Misalnya, apakah Anda sering khawatir bahwa dia akan salah mengerti tentang sesuatu hal yang dia pikir telah Anda katakan atau Anda pikir dia katakan? Apakah urusan sehari-hari telah memakan seluruh energi Anda?
5. Apakah Anda kadang-kadang merasa sepertinya ada yang salah dengan diri Anda? Apakah Anda kadang-kadang merasa ada sesuatu yang salah atau buruk, tapi tidak dapat menjelaskan apa itu atau kenapa?
6. Apakah pasangan Anda penuh rahasia? Apakah dia jarang, atau sekadar pernah, menceritakan pikirannya atau rencananya dengan Anda atau mendiskusikan suatu masalah dengan Anda?
7. Apakah pasangan Anda hampir selalu tidak setuju dengan Anda? Jika Anda bilang langit itu biru, apakah dia bilang abu-abu misalnya? Jika Anda bilang film itu bagus, dia bilang jelek? Apakah Anda selalu dibuat agar merasa diri Anda salah sedangkan dia selalu benar?
8. Apakah Anda dihukum jika berkata “tidak” ataukah Anda merasa dibuat agar merasa tidak punya hak untuk bilang “hentikan semua ini!”? Apakah Anda merasa harus mengabdikan diri kepadanya demi terciptakan kedamaian di dalam rumah tangga?
9. Apakah pasangan Anda marah atau cenderung mengelak jika Anda mendekatinya untuk mendiskusikan suatu masalah? Apakah Anda menutup mulut dan menyimpan semuanya sebagai masalah Anda sendiri?
10. Apakah Anda merasa bahwa pasangan memegang kuasa dalam hubungannya dengan Anda? Apakah Anda harus meminta izinnya untuk melakukan sesuatu atau mendapatkan sesuatu, seperti ketika Anda kanak-kanak dulu? Apakah Anda sering meminta maaf kepadanya atas perilaku Anda? Apakah kekuasaan dia yang berlebihan terhadap Anda itu telah membuat Anda merasa “sangat butuh” dan “rendah” terhadap dia?
11. Apakah Anda secara perlahan-lahan telah berhenti berbicara atau tidak pernah lagi menemui keluarga Anda? Apakah Anda telah kehilangan kontak dengan teman-teman Anda? Apakah ia mengkritik teman-teman atau mengecilkan anggota keluarga Anda? Apakah dia memprotes ketika Anda mengunjungi mereka, dan Anda seketika itu juga kembali ke rumah hanya untuk menghindari konfrontasi atau pertengkaran? Apakah perilaku pasangan Anda sering membuat Anda malu? Apakah perilaku Anda yang “merendahkan diri terhadapnya” itu membuat Anda malu?
12. Apakah Anda berpikir bahwa semuanya merupakan kesalahan Anda, sehingga jika Anda dapat memperbaikinya maka semua hal dalam hubungan Anda dengan dia tidak akan ada masalah lagi?
13. Apakah Anda sering memberikan pelayanan seksual hanya supaya terjaga kedamaian? Apakah Anda melakukan hubungan seks atau memenuhi permintaan seksual yang tidak masuk akal, bahkan ketika Anda tidak menginginkannya?
14. Apakah dia menggunakan obat terlarang atau minuman beralkohol? Apakah kepribadiannya berubah karena itu? Apakah Anda pribadi merasa tidak senang ketika melihat dia mulai membuka tutup minuman beralkohol?
15. Apakah dia senang dan menjadikannya sebagai bahan tertawaan jika ada kekurangan atau ketidaksempurnaan Anda?
16. Apakah dia bisa tertawa atas kesalahan yang diperbuatnya, atau atas dirinya sendiri, atau mengakui kelemahan dan kekurangannya?
17. Apakah dia segera dan dengan mudah mengakui ketika berbuat salah? Dapatkah dia meminta maaf atas perilakunya yang buruk? Apakah dia meminta perbuatannya dimaklumi dan menimpakan kesalahan pada orang lain atau sesuatu yang lain? Apakah dia menudingkan jarinya kepada Anda dan membuat Anda merasa bahwa Andalah yang menjadi penyebab kekecewaan atau kesalahan yang diperbuatnya?
18. Apakah dia yang membuat semua keputusan dalam hubungannya dengan Anda? Apakah dia yang merencanakan perjalanan, keuangan, liburan, pembelian mobil, mendisiplinkan anak, hingga soal pensiun?
19. Apakah dia mengontrol, membatasi atau tidak menyetujui pengeluaran Anda? Apakah dia membuat pengaturan keuangan yang ketat, membuat Anda harus menerima bantuan, atau memiliki kebebasan penuh versi dia? Apakah dia membuat Anda tetap tergantung secara finansial terhadapnya?
20. Apakah Anda akan merasa ketakutan atau menemui kesulitan jika dia mendapati Anda membaca kuesioner ini?
Cukup Tiga
Menurut Tigredd Luv yang menyusun kuis ini, jika Anda menjawab “Ya” tiga saja dari pertanyaan tersebut di atas, itu sudah dapat menjadi pertanda bahwa Anda terlibat dalam hubungan yang secara emosional menyiksa.
Mungkin Anda menemukan diri Anda sering mengalami depresi dan bertanya-tanya mengapa. Mungkin Anda hanya merasa tidak bahagia, tapi tak dapat memastikan apa yang menjadi penyebabnya. Atau Anda mungkin menemukan diri Anda bodoh, tidak kompeten, salah, atau tidak baik. Itu semua merupakan pertanda bahwa Anda tersiksa secara emosi, kata Luv.
Jika hal buruk itu terjadi pada Anda, segeralah berkonsultasi kepada psikolog keluarga. Dengan bantuan ahli, mudah-mudahan Anda dan pasangan dapat memiliki hubungan yang lebih setara dan sehat, tanpa penyiksaan fisik maupun psikis.
M.M. Nilam Widyarini, MSi, dosen pada Fakultas Psikologi Universitas Guna Dharma, Jakarta
dikutip dari www.kompas.com
Berita di media massa antara lain diwarnai oleh peristiwa kekerasan dalam rumah tangga. Korbannya kalau bukan istri adalah anak-anak. Sebetulnya bentuk kekerasan itu bukan hanya berupa penyiksaan fisik, tapi juga secara psikis.
Wajahnya cantik, tapi sorot matanya tidak menandakan keceriaan walau ia berusaha mencitrakan dirinya sebagai orang yang bahagia. Mendung menggelayut di matanya, indra yang paling tidak sanggup diajak berbohong itu.
Tessa, sebut saja begitu namanya, memang merasakan betapa batinnya sangat tersiksa selama 5 tahun berumah tangga dengan Deni. Ia bukan saja tidak memiliki kebebasan untuk mengelola kehidupannya, bahkan silaturahminya dengan keluarga pun nyaris terputus karena sang suami sedemikian rupa membatasi pergaulannya.
“Saya sebetulnya sudah merasakan watak berkuasa dan otoriternya Deni. Tapi, saya pikir setelah menikah dan kami makin dewasa, dia akan berubah. Ternyata malah semakin parah. Saya jadi seperti tidak berharga sebagai manusia. Saya juga merasa bersalah terhadap keluarga dan teman-teman. Tapi, bagaimana lagi? Suami saya yang menentukan segalanya,” ungkap Tessa, dalam suatu kesempatan yang tidak disengaja.
Apa yang dialami oleh Tessa dapat digolongkan sebagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Secara garis besar kekerasan dalam rumah tangga dapat dibagi dua, yaitu kekerasan fisik seperti pemukulan, penyiksaan badan, pemerkosaan, dan lain-lain, melainkan juga penyiksaan secara psikis atau yang sering disebut batin. Misalnya membatasi ruang gerak, merampas kebebasan, melontarkan kata-kata yang tidak menyenangkan atau menekan perasaan, dan sebagainya.
Apa pun bentuk kekerasan itu, semuanya memberikan dampak yang sangat buruk bagi korbannya, yang umumnya adalah istri. Berikut ini adalah sejumlah pertanyaan yang dapat membantu Anda mengonfirmasi apa yang sesungguhnya terjadi pada rumah tangga Anda. Terjadi kekerasan emosional ataukah sungguh-sungguh merupakan rumah tangga yang bahagia?
Tanda-Tanda Siksaan
1. Apakah pasangan gampang tersinggung, kecewa, dan marah terhadap Anda, kadang beberapa kali seminggu atau bahkan sering? Apakah dia kecewa pada Anda meskipun Anda tidak bermaksud membuatnya kecewa? Apakah Anda sering terkejut dengan kemarahannya atau ledakan emosinya yang mendadak? Apakah kemarahannya ditujukan langsung kepada Anda, atau sesuatu yang menurut dia telah dilakukan/tidak Anda lakukan? Apakah dia menyalahkan Anda atas meledaknya emosinya, kemarahannya, atau kekecewaannya? Apakah kepada Anda dia menyangkal kemarahan atau kekecewaannya? Apakah Anda sendiri mempertanyakan bahwa apa yang telah Anda lakukan seperti selama ini memang membuatnya marah?
2. Apakah ia menolak untuk mendiskusikan hal-hal yang telah membuatnya kecewa, atau menuduh Anda ingin memulai pertengkaran jika mengajaknya berdiskusi? Apakah Anda merasa bahwa masalah yang muncul tidak pernah terselesaikan? Apakah Anda merasakan tidak mudah, tidak bahagia, tertekan, atau terganggu oleh masalah-masalah yang tak terselesaikan itu?
3. Apakah dia sering salah mengerti terhadap perhatian yang Anda berikan? Apakah Anda merasa bingung dan frustrasi akibat salah pengertian yang ditunjukkannya terhadap setiap tindakan Anda?
4. Apakah Anda merasakan telah kehilangan masalah utama dalam hubungan Anda, seperti soal anak, tabungan, rencana pensiun, dan lain-lain karena kurangnya komunikasi sehari-hari telah memakan energi Anda? Misalnya, apakah Anda sering khawatir bahwa dia akan salah mengerti tentang sesuatu hal yang dia pikir telah Anda katakan atau Anda pikir dia katakan? Apakah urusan sehari-hari telah memakan seluruh energi Anda?
5. Apakah Anda kadang-kadang merasa sepertinya ada yang salah dengan diri Anda? Apakah Anda kadang-kadang merasa ada sesuatu yang salah atau buruk, tapi tidak dapat menjelaskan apa itu atau kenapa?
6. Apakah pasangan Anda penuh rahasia? Apakah dia jarang, atau sekadar pernah, menceritakan pikirannya atau rencananya dengan Anda atau mendiskusikan suatu masalah dengan Anda?
7. Apakah pasangan Anda hampir selalu tidak setuju dengan Anda? Jika Anda bilang langit itu biru, apakah dia bilang abu-abu misalnya? Jika Anda bilang film itu bagus, dia bilang jelek? Apakah Anda selalu dibuat agar merasa diri Anda salah sedangkan dia selalu benar?
8. Apakah Anda dihukum jika berkata “tidak” ataukah Anda merasa dibuat agar merasa tidak punya hak untuk bilang “hentikan semua ini!”? Apakah Anda merasa harus mengabdikan diri kepadanya demi terciptakan kedamaian di dalam rumah tangga?
9. Apakah pasangan Anda marah atau cenderung mengelak jika Anda mendekatinya untuk mendiskusikan suatu masalah? Apakah Anda menutup mulut dan menyimpan semuanya sebagai masalah Anda sendiri?
10. Apakah Anda merasa bahwa pasangan memegang kuasa dalam hubungannya dengan Anda? Apakah Anda harus meminta izinnya untuk melakukan sesuatu atau mendapatkan sesuatu, seperti ketika Anda kanak-kanak dulu? Apakah Anda sering meminta maaf kepadanya atas perilaku Anda? Apakah kekuasaan dia yang berlebihan terhadap Anda itu telah membuat Anda merasa “sangat butuh” dan “rendah” terhadap dia?
11. Apakah Anda secara perlahan-lahan telah berhenti berbicara atau tidak pernah lagi menemui keluarga Anda? Apakah Anda telah kehilangan kontak dengan teman-teman Anda? Apakah ia mengkritik teman-teman atau mengecilkan anggota keluarga Anda? Apakah dia memprotes ketika Anda mengunjungi mereka, dan Anda seketika itu juga kembali ke rumah hanya untuk menghindari konfrontasi atau pertengkaran? Apakah perilaku pasangan Anda sering membuat Anda malu? Apakah perilaku Anda yang “merendahkan diri terhadapnya” itu membuat Anda malu?
12. Apakah Anda berpikir bahwa semuanya merupakan kesalahan Anda, sehingga jika Anda dapat memperbaikinya maka semua hal dalam hubungan Anda dengan dia tidak akan ada masalah lagi?
13. Apakah Anda sering memberikan pelayanan seksual hanya supaya terjaga kedamaian? Apakah Anda melakukan hubungan seks atau memenuhi permintaan seksual yang tidak masuk akal, bahkan ketika Anda tidak menginginkannya?
14. Apakah dia menggunakan obat terlarang atau minuman beralkohol? Apakah kepribadiannya berubah karena itu? Apakah Anda pribadi merasa tidak senang ketika melihat dia mulai membuka tutup minuman beralkohol?
15. Apakah dia senang dan menjadikannya sebagai bahan tertawaan jika ada kekurangan atau ketidaksempurnaan Anda?
16. Apakah dia bisa tertawa atas kesalahan yang diperbuatnya, atau atas dirinya sendiri, atau mengakui kelemahan dan kekurangannya?
17. Apakah dia segera dan dengan mudah mengakui ketika berbuat salah? Dapatkah dia meminta maaf atas perilakunya yang buruk? Apakah dia meminta perbuatannya dimaklumi dan menimpakan kesalahan pada orang lain atau sesuatu yang lain? Apakah dia menudingkan jarinya kepada Anda dan membuat Anda merasa bahwa Andalah yang menjadi penyebab kekecewaan atau kesalahan yang diperbuatnya?
18. Apakah dia yang membuat semua keputusan dalam hubungannya dengan Anda? Apakah dia yang merencanakan perjalanan, keuangan, liburan, pembelian mobil, mendisiplinkan anak, hingga soal pensiun?
19. Apakah dia mengontrol, membatasi atau tidak menyetujui pengeluaran Anda? Apakah dia membuat pengaturan keuangan yang ketat, membuat Anda harus menerima bantuan, atau memiliki kebebasan penuh versi dia? Apakah dia membuat Anda tetap tergantung secara finansial terhadapnya?
20. Apakah Anda akan merasa ketakutan atau menemui kesulitan jika dia mendapati Anda membaca kuesioner ini?
Cukup Tiga
Menurut Tigredd Luv yang menyusun kuis ini, jika Anda menjawab “Ya” tiga saja dari pertanyaan tersebut di atas, itu sudah dapat menjadi pertanda bahwa Anda terlibat dalam hubungan yang secara emosional menyiksa.
Mungkin Anda menemukan diri Anda sering mengalami depresi dan bertanya-tanya mengapa. Mungkin Anda hanya merasa tidak bahagia, tapi tak dapat memastikan apa yang menjadi penyebabnya. Atau Anda mungkin menemukan diri Anda bodoh, tidak kompeten, salah, atau tidak baik. Itu semua merupakan pertanda bahwa Anda tersiksa secara emosi, kata Luv.
Jika hal buruk itu terjadi pada Anda, segeralah berkonsultasi kepada psikolog keluarga. Dengan bantuan ahli, mudah-mudahan Anda dan pasangan dapat memiliki hubungan yang lebih setara dan sehat, tanpa penyiksaan fisik maupun psikis.
M.M. Nilam Widyarini, MSi, dosen pada Fakultas Psikologi Universitas Guna Dharma, Jakarta
dikutip dari www.kompas.com
0 comments:
Post a Comment