Monday, March 31, 2008

China Yang Kulihat

Mungkin tulisan ini sudah kadaluarsa secara waktu mengingat kejadian dan reportnya terpaut waktu 4 bulan. Tapi biarlah, this my first posting dude....at least lumayanlah buat bahan nulis daripada harus ngayal dulu..ya khan.

Visiting date Dec 14 -20, 2007.

Sebenarnya kunjungan ke China ini adalah bagian dari resiko pekerjaan, tuntutan pekerjaan, or kebutuhan bisnis atau seabrek definisi lainnya yang pada dasarnya menjelaskan bahwa kunjungan ini adalah urusan kerjaan yang sangat tidak bisa disebut Piknik or Jalan-jalan. Kami ke China dalam rangka technical and commercial clarification for Suralaya 
1x600 MW Project. Nah, ketahuan khan kalo penulis benarbenar kroco mumet yang kerjanya 
ngurus construction project yang rata-rata projectnya di dunia power plant a.k.a pembangkit tenaga listrik. 

Anyway, ini kunjungan 'katrok' kedua ke luar negeri setelah ke Qatar di akhir tahun 2006 yang lalu. Perasaan norak yang mungkin bisa diterjemahkan sebagai rasa keingintahuan yang begitu besar dan excitement yang ada di hati ini tetap dirasakan sama sewaktu ke Qatar.

China, negeri tirai bambu, komunis, mata sipit, chinese food, sumpit, terbelakang, kumuh, miskin, jorok dan seabrek image yang ada di kepala seolah mengurangi semangat dan antusiasme penulis. Di dunia engineering dan konstruksi juga mereka tidak lebih baik imagenya, kualitas yang buruk dan safety standard yang rendah menjadi momok buat dunia konstruksi di tanah air.

Perjalanan dengan Garuda membutuhkan waktu 6 jam ke Hongkong dengan transit di Changi Singapore. Dari Hongkong disambung connecting flight ke Wenzhou selama 2 jam. Wenzhou adalah daerah industri di China. Sesampainya di sana pukul 9 malam dan penulis stay di Hotel Mercury. Keesokan harinya langsung menuju Construction Site 6x600 MW Steam Power 
Plant Project. Keraguan di awal keberangkatan mulai sedikit menghilang begitu melihat infrastructure dan 
site seeing yang luar biasa bersih dan mulus. Tidak ada lubang di jalan aspal yang sangat baik 
kualitasnya dan tol roadnya yang sangat panjang, juga toll bridge yang melintasi sungai yang 
sangat lebar. It's unbelievable, tercermin kebangkitan ekonomi negara ini yang sangat 
spektakuler. Mobil-mobil mewah yg jarang terlihat di Jakarta bersliweran dengan banyaknya.

Sesampai di project pun terlihat hal yang sangat kontras dengan yang kita bayangkan sebelumnya. Kualitas pekerjaan yang baik dengan tingkat keselamatan yang memadai juga terlihat di sana. Ada fenomena menarik di sana, banyak pekerja wanita!! Luar biasa, dilingkungan kerja yang berbahaya di pekerjaan konstruksi seperti itu ada wanita yang dengan tekun dan ulet bekerja bersama dengan pekerja pria. Lingkungan kerjanya juga bersih, perlengkapan safety juga deigunakan dengan semestinya, menandai kesadaran yang tinggi para pekerja terhadap issue keselamatan kerja. 

But there is another fact that we have discovered, huruf latin dan bahasa Inggris yang sangat terbatas. Bahkan setingkat Site Manager dan Engineer tidak mampu berbahasa Inggris. Seluruh komunikasi dan korespondensi dibuat dalam 
bahasa mandarin. Penulis dan beberapa rekan sangat kesulitan berkomunikasi dengan mereka. Akhirnya dengan sedikit improvisasi dan menggunakan bahasa gambar, permasalahan ini lumayan teratasi. Fenomena ini sangat jarang ditemukan di dunia konstruksi di negara lain, dimana korespondensi, gambar kerja dan sepesifikasi project dibuat dalam bahasa Inggris. Setelah di selidiki 
diketahuilah bahwa 'tirai bambu' tetaplah 'tirai bambu'. China menutup diri dari pengaruh 
dan budaya asing, sehingga apapun harus dibuat oleh China sendiri. Standard teknik dan spesifikasi teknik adalah salah satunya. Mereka tidak menggunakan international standard 
untuk seluruh aspek teknik yang dibutuhkan, mereka memiliki China Standard.
Tidak cukup sampai disitu, ternyata juga mereka memiliki Standard utk seluruh aspek dan bidang kehidupan mereka. Ini contohnya; mereka memiliki Standard untuk ukuran sayur mayur yang mereka hasilkan...hebat bukan?
Hebat!! negara ini seudah sejajar dengan Negara maju dan jauh meninggalkan negara lain, 
apalagi bila dibandingkan dengan SNI-nya Indonesia.

Setelah site visit, acara dilanjutkan dengan makan bersama. Di sini lagi-lagi penulis terheran-heran dengan keramah-tamahan mereka. Kami dijamu dengan round table launch, padahal yang ikut makan 
sebanyak 12 orang. Round tablenya begitu besar. Inilah kebiasaan mereka dimana setiap 
tamu dianggap dewa oleh mereka dan mereka akan memperlakukan tamunya dengan 
sangat baik. Mereka juga sangat menghormati agama dan kepercayaan tamunya, 
mereka tidak menghidangkan makanan haram yang sebetulnya makanan favorit buat mereka. 
Meskipun demikian makanan yang disajikan luar biasa lezat. Banyak jenis sayuran yang 
tidak bisa kita temukan di Indonesia. Tetapi juga demikian sebaliknya, banyak sayur dan buah-buahan tropis yang tidak bisa kita temukan di sana. Acara berlanjut dengan site seeing di pegunungan Yan Dang Shang, di ketinggian kurang lebih 1000 meter dari permukaan laut. Di sini lagi-lagi penulis tercengang akan keindahan panorama alamnya. Yan Dang Shang mountain sebenarnya adalah gunung-gunung batu yang menjulang tinggi dan sering kita jumpai di lukisan-lukisan china yang ada di buku2 dan film-film cerita silat tempo dulu. Dengan suhu 10-15 derajat Celcius, suasana bertambah romatis (hihihi, I wish my wife was there). Pokoke top lah.

Next day perjalanan dilanjutkan ke Beijing dengan pesawat dan membutuhkan 2 jam waktu perjalanan. Di Beijing penulis dan teman-teman kembali terperangah dengan kecanggihan dan kebersihan Beijing International Airport.  Keluar bandara kami hampir beku, suhu minus 4 derajat celcius, sementara kami belum sempat memakai jaket tebal. Kami harus berlari menuju kendaraan jemputan untuk berpacu dengan tangan yang mulai keriput dan membeku. Diperjalanan menuju hotel terlihat kesibukan yang amat sangat kota ini dalam rangka persiapan Olimpiade Beijing 2008. Apartemen dan perkampungan atlet yang modern dan mewah hampir rampung di kiri dan kanan jalan. Infrastructure yang lengkap dan berkualitas juga tampak dimana-mana. Jalan toll yang sangat lebar yang terdiri dari 6 jalur di masing-masing arah tampak ramai dipenuhi kendaraan mewah. 
Tamantaman eksotis sudah banyak ditemui di pinggiran kota Beijing. Perjalanan di hotel memakan 
waktu 1,5 jam dan akhirnya kami tiba di Fragrant Hill Hotel, Hotel bintang lima yang sangat lux. 

selama 5 hari berikutnya kami 'terbenam' di hotel dengan aktifitas meeting, meeting, dan meeting di waktu pagi, siang maupun malam. What a boring time! Penulis merasa tidak perlu untuk menulis betapa membosankannya meeting-meeting tersebut.

Di hari ketujuh, setelah meeting yang panjang dan melelahkan, akhirnya penulis berkesempatan untuk berjalan-jalan ke Tian An Men Square dan ke Forbiden City di temani oleh Ms. Chen Xu Wei, seorang 
guide yang dihire oleh counterpart kami. Wow....Ms. Chen sangat cantik, typical gadis mandarin 
yang sangat lembut dan ayu...for this I thank my wife for not coming with me..hihi.

Di pusat kota dan di Tian An Men Square ini terlihat antusiasme warga dan pemerintah kota dalam mempersiapkan Olimpiade. Kota terlihat sangat bersih, jalanan sangat rapi, gedung-gedung sangat megah dan berdiri dengan tegaknya dengan arsitektur eropa timur yang kental. Kota ini juga sangat modern. Gedung-gedung baru nan modern berdiri dengan megahnya sejajar dengan gedung-gedung kuno. Sepertinya tidak ada kemiskinan di sini, atau mungkin saja kemiskinan ditutupi sedemikian rupa sehingga orang asing tidak mungkin melihatnya. Kenapa demikian? penulis dikagetkan ketika ada seorang pengemis mendekati dan meminta sejumlah uang, namun kurang dari satu menit kemudian, beberapa aparat berpakaian preman mengejar dan menangkapnya. Wow...pertanda apa ini?

Penulis menyimpulkan betapa pesatnya pembangunan di China, betapa hebatnya perekonomian mereka, betapa majunya mereka di dunia teknologi dan industri. Betapa kayanya negeri itu. Paling tidak hapuslah sebagian bayangan buruk penulis terhadap negeri itu. Etos kerja orang China memang harus diacungi jempol. Mereka kerja sampai 
larut malam, 7 hari seminggu. Ya benar mereka tidak pernah libur!!! Mereka libur hanya 
pada waktu Hari Buruh China saja. Mereka sangat menghormati atasan, dan mereka tidak 
pernah membantah. Mungkin itulah ongkos yang harus dibayar oleh warga China untuk 
mendapatkan kemajuan negara itu seperti saat ini.

Keesokan harinya penulis kembali ke Jakarta, kembali kepada anak istri yang setia
menunggu di rumah.





 






2 comments:

Rudi K Dahlan Blog said...

wah jalan-jalan ke glodok nggak sama sekali mirip donk ya... hehehe...

Prihandoko said...

they are very nice people mas

 
© free template by Blogspot tutorial